- 7866
\" Keberadaan jamur merupakan indikator dan pembawa pesan tentang apa yang telah dialami, yang sedang terjadi, dan kemungkinan yang akan terjadi pada alam sekitarnya \"
Oleh: Dr. Maliyana Ulfa - Peneliti Silvikultur BP2LHK Palembang
Jamur merupakan jasad hidup yang sering ditemukan di tempat-tempat lembab, ketika musim hujan tiba. Penampakannya secara umum dapat dilihat dengan mata, atau yang dikenal mempunyai badan buah (mushroom).
Jamur mempunyai keunikan ketika dibandingkan dengan jasad hidup lainnya, yaitu tidak termasuk jenis tanaman, karena tidak ditemukan klorofil, sehingga tidak jarang warnanya ditemukan beraneka ragam. Ada yang menyerupai tanaman karena berbatang, namun ada juga yang tidak berbatang. Asosiasi yang dibentuk dengan jasad hidup lainnya, dapat berupa simbiosis mutualisme, saprofitik, dan parasitik.
Jenis-jenis jamur yang ditemukan pada kondisi ekosistem yang baik umumnya akan beraneka ragam, karena jamur-jamur tersebut menjalankan peranannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Kontras dengan areal hutan yang telah terdegradasi atau terusik karena alih fungsi lahan. Keberadaan jamur di mana pun merupakan indikator dan pembawa pesan tentang apa yang telah dialami, yang sedang terjadi, dan kemungkinan yang akan terjadi pada alam sekitarnya.
Sebagaimana pengalaman tim peneliti Badan Litbang dan Inovasi – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Palembang bersama FRIM Malaysia dan CIRAD Perancis yang tergabung dalam penelitian BioAsia Project tahun 2013 silam. Ketika melakukan investigasi jamur ektomikoriza di Kawasan Bukit Raje Mendare, Desa Rimba Candi, Dempo Tengah, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, di ketinggian tempat ± 1.100 m dpl, menemukan jamur yang beraneka bentuk dan warna.
Jenis medang-medangan keluarga Lauraceae mendominasi di lokasi penelitian ini. Dari puluhan jenis jamur yang ditemukan dalam kegiatan investigasi, salah satunya adalah jamur yang mempunyai warna mencolok yang tergolong dalam genus Cortinarius. Jamur tersebut berwarna ungu, mirip dengan jamur yang dijumpai dalam film Smurf.
Selain itu, ditemukan pula jamur genus Mycena yang mempunyai kemampuan memancarkan cahaya (Glowing mushroom), yang bagi pelaku penggiat hutan merupakan petunjuk atau penerang alami ketika melakukan perjalanan di malam hari. Kemampuan ini merupakan fenomena bioluminescience, yang umumnya lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropis. Cahaya yang dikeluarkan oleh jamur ini berasal dari zat luciferin yang bereaksi dengan oksigen, seperti halnya yang dimiliki oleh kunang-kunang dan plankton.
Jamur khas lain yang ditemukan di lokasi tersebut adalah jenis Coral fungus, yang berbentuk koral atau karang. Jamur yang berbentuk koral umumnya masuk dalam keluarga Clavulinaceae. Keberadaan jamur tersebut dapat menjadi pertanda adanya lingkungan yang baik. Pada kondisi lahan yang terdegradasi berat, karena penambangan misalnya, jika pasca pemulihan lahan ditemukan jenis jamur ini, maka hal itu merupakan indikator bahwa kondisi lahan telah bebas dari logam berat beracun.
Seperti halnya yang ditemukan di lahan bekas tambang timah di Malaysia yaitu di Bidor, Perak, ketika dilakukan kunjungan dalam rangka BioAsia Project tahun 2015. 15 tahun pasca purna eksploitasi dan reklamasi dilakukan, jenis jamur tersebut banyak bermunculan, sebagai tanda telah pulihnya lahan pasca ekspoitasi tambang timah.
Satu lagi jamur yang patut diperhatikan jika kita memasuki hutan alam primer maupun sekunder, adalah Xylaria polymorpha atau yang dikenal dengan nama tenar “the dead man’s fingers”. Jenis jamur tersebut ditemukan di daerah tropis maupun subtropis. Jamur ini berperan sangat penting dalam mendukung ekosistem yang sehat, karena hidup dan berkembang di seresah atau batang pohon yang mati serta membantu memperlancar proses dekomposisi. Keberadaannya turut membersihkan hutan dan membantu nutrisi untuk kembali ke tanah.***