Image
Beranda
Follow US:

Komersialisasi, Akan Perkuat Kemampuan Riset

Komersialisasi, Akan Perkuat Kemampuan Riset

BLI (Bogor, Agustus 2019)_Riset di Indonesia terus berbenah. Penelitian konvensional yang menargetkan keluaran berupa laporan dan perhitungan angka kredit semata, sudah saatnya ditinggalkan. Bahkan, hasil produk yang dipatenkan, tidak lagi cukup. Kini, produk riset harus dapat dikomersialisasikan kepada pihak industri untuk kepentingan bisnis. Komersialisasi, diyakini dapat mewujudkan kemandirian yang dapat memperkuat kemampuan riset, dan seterusnya menciptakan teknologi-teknologi yang layak menjadi branding nasional.

“Komersialisasi akan menjadi tumpuan revenue perguruan tinggi dan lembaga litbang, menggeser ketergantungan kepada kontribusi mahasiswa, bantuan biaya operasional perguruan tinggi dari pemerintah atau yayasan,” kata Juldin Bahriansyah, S.T., M.Si., Kepala Sub Direktorat Valuasi dan Fasilitasi Kekayaan Intelektual, Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti), saat membacakan sambutan Prof. Mohamad Nasir, Ph.D, Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi dalam pembukaan The 5th International Conference of INAFOR-Indonesia Forestry Researchers, Selasa 27 Agustus 2019 di IPB International Convention Center, Bogor.

Baca juga: INAFOR 2019, Upaya BLI Atasi Tantangan Restorasi Hutan dan Pengelolaan Limbah

Saat ini, menurut survey yang dilakukan LIPI, Kementerian Keuangan dan Kemenristekdikti, Gross Expenditure on Research and Development (GERD) di Indonesia hanya 0,25?ri Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu masih jauh dari bila dibandingkan dengan alokasi riset di negara-negara maju seperti Jepang pada 3,28%, Korea Selatan pada 4,23%, atau Amerika Serikat pada 2,79%.

Oleh karenanya, Kemenristekdikti mendorong para pihak terkait seperti pemerintah daerah, perguruan tinggi, industri manufaktur dan litbang swasta untuk meningkatkan alokasi anggaran risetnya. Ketergantungan riset nasional kepada anggaran pemerintah pusat harus semakin dikikis.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendorong kemandirian riset ini adalah dengan memberikan insentif pengurangan pajak bagi badan usaha yang melakukan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap), dikenal dengan istilah super deductable tax.

“Ini adalah salah satu terobosan yang luar biasa menurut kami, untuk mendukung dan memberi stimulus para pelaku usaha supaya berani berinvestasi dalam bidang penelitian dan pengembangan,” lanjut Juldin. Kebijakan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Selain itu, dalam undang-undang tersebut juga diamanahkan pengadaan dana abadi litbangjirap dari APBN, kebijakan pemerintah untuk menjamin proses penelitian dan pengembangan di Indonesia dapat berkelanjutan.

Reward untuk Peneliti

Kemenristekdikti telah berupaya membangun iklim riset yang semakin kondusif. Mewakili Menristekdikti, Juldin menyampaikan telah dikembangkan sistem reward yang lebih sehat untuk memotivasi peneliti melakukan terobosan hasil riset.

“Bagi dosen dan peneliti yang menerima dana hibah penelitian dari Kemenristekdikti dan memberikan keluaran tambahan, akan diberikan bonus anggaran di luar anggaran penelitian,” papar Juldin. Hasil riset yang menghasilkan keluaran Paten Terdaftar, dosen atau penelitinya dapat diberikan tambahan anggaran maksimum 75 juta rupiah. Sementara untuk hasil riset yang berhasil dikomersialisakan, maka penelitinya akan diberikan royalti secara berjenjang.

“Mulai royalty 40% untuk nilai komersialisasi hingga 100 juta rupiah dan royalti 10% untuk nilai komersialisasi lebih dari 1 milyar rupiah,” lanjutnya Juldin. Ini diperkuat lagi dengan keluarnya ketetapan kodifikasi bagan akun standar untuk royalti sehingga konsep reward ini lebih jelas mekanisme pencairannya.

Diakhir sambutannya, Menristekdikti berpesan agar entitas litbang bersama merapatkan barisan dalam membangun sistem riset nasional. 

“Pesan kami jelas bahwa tanggung jawab membangun teknologi di negeri ini tidak hanya ada di pundak pemerintah, lembaga penelitian pemerintah, perguruan tinggi negeri, melainkan seluruh elemen bangsa. Dengan penuh rasa bangga dan optimis, kita akan menuju horizon kebangkitan teknologi Indonesia,” pungkasnya.

The 5th International Conference of INAFOR-Indonesia Forestry Researchers ini dihadiri oleh sekitar 876 yang berasal dari Indonesia dan negara mitra yaitu Eropa, Afrika, Asia, Australia, Amerika, Jepang, Australia, Malaysia, Korea, Jerman, Thailand, Prancis, Cina, dan Kongo. Konferensi akan memaparkan iptek dan inovasi dengan tema “Enforcing Forest Restoration and Waste Management for Better Environment and Socio-Economic Benefits” dan 5 sub tema. *(DP)

Sumber: Litbang KLHK